Wednesday, 19 October 2016

Etika Governance

1.       Pengertian Etika
Etika berasal dari perkataan yunani ethes berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan atau secara bebas dapat diartikan kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan. Dalam bahasa latin dikenal dengan perkataan Mores yang berarti pula kesusilaan, tingkat salah satu perbuatan lahir perilaku atau tingkah laku. Perkataan mores kemudian berubah menjadi mempunyai arti yang sama dengan etika.
Etika disebut pula moral phiciolophy karena mempelajari moralitas dari perbuatan manusia sedangkan moral itu adalah apa yang baik atau apa yang buruk, benar atau salah dengan menggunakan ukuran norma atau nilai. Adapun pengertian etika menurut para ahli, yaitu :
a.       Menurut Maryani & Ludigdo (2001) Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yangharus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi.
b.      Menurut Ahmad Amin, etika memiki arti ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik atau buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan olehmanusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan danmenunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia.
c.       Menurut Bertens (2001: 6) berdasarkan penjelasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (l988) dikemukakan tiga arti dari kata etika sebagai berikut.
·       Pertama, kata “Etika” dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
·       Kedua,  etika sebagai kumpulan asas atau nilai moral , yaitu sebagai kode etik.
·       Ketiga, istilah “Etika” digunakan untuk menunjuk bidang ilmu yaitu pengkajian secara reflektif tentang nilai-nilai moral dalam masyarakat dengan penelitian sistematis dan metodis.

2.       Pengertian Governance
Governance adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi.



3.       Pengertian Etika Governance
Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) adalah ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan. filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang biasanya dinyatakan pada pembukaan UUD negara.

4.       Governance System
Istilah sistem pemerintahan adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: “sistem” dan “pemerintah”. Berarti sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan. Dan pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan Negara dan kepentingan Negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah berarti system pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembaga negara dalam melaksanakan kekuasaan Negara untuk kepentingan Negara itu sendiri dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
Governance System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
a.       Commitment on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
·       Undang Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
·       Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang Undang No. 10 Tahun 1998.
b.       Governance Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
·       Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
·       Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum
·       Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
c.       Governance Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini (antara lain) adalah :
·       Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
·       Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum bagi Bank.
·       Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
·       Peraturan Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum.
·       Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30-01-2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
·       Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
·       Peraturan Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003 tentang Posisi Devisa Netto Bank Umum.
d.       Governance Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
·       Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
·       Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.


5.       Budaya Etika
Corporate culture (budaya perusahaan) merupakan konsep yang berkembang dari ilmu manajemen serta psikologi industri dan organisasi. Bidang-bidang ilmu tersebut mencoba lebih dalam mengupas penggunaan konsep-konsep budaya dalam ilmu manajemen dan organisasi dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi, yang dalam hal ini, adalah organisasi yang berbentuk perusahaan.
Djokosantoso Moeljono mendefinisikan corporate culture sebagai suatu sistem nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh seluruh karyawan. Para eksekutif mencapai penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
a.       Corporate credo  : pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakkan perusahaan.
·       Komitmen Internal:
-      Perusahaan terhadap karyawan
-      Karyawan terhadap perusahaan
-      Karyawan terhadap karyawan lain.
·       Komitmen Eksternal :
-      Perusahaan terhadap pelanggan
-      Perusahaan terhadap pemegang saham
-      Perusahaan terhadap masyarakat
b.      Program etika : suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan corporate credo.
c.       Kode etik perusahaan: Kode etik yang khusus digunakan perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya.



6.       Mengambangkan struktur etika korporasi
Dalam mengembangkan struktur etika korporasi, suatu perusahaan harus memiliki good corporate governance. Good corporate governance adalah tindakan untuk mengarahkan, mengendalikan atau memengaruhi setiap kegiatan perusahaan agar dapat memenuhi keinginan dari masyarakat yang bersangkutan.Penerapan good corporate governance (GCG) dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika dan peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari kesadaran individu-individu pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat.
 Di sisi lain, dorongan dari peraturan (regulatory driven) “memaksa” perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua pendekatan ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing dan seyogyanya saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat.
Pemerintah tentu ikut serta dalam mengembangkan struktur etika korporasi, salah satunya dengan menyusun Pedoman Umum Good Corporate Governance. Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance, terdapat acuan-acuan bagi perusahaan dalam menjalankan etika korporasinya, salah satu contohnya terdapat dalam pedoman perilaku, antara lain:
  • Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan harus mendahulukan kepentingan ekonomis perusahaan diatas kepentingan ekonomis pribadi dan pihak lainnya.
  • Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang memberikan atau menawarkan hadiah ataupun donasi kepada pejabat negara atau individu yang mewakili mitra bisnis yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
  • Organ perusahaan dan karyawan perusahaan harus melaksanakan peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan.
  • Dewan Komisaris berkewajiban untuk menerima dan memastikan bahwa pengaduan tentang pelanggaran terhadap etika bisnis, pedoman perilaku, peraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan diproses secara wajar dan tepat waktu.
  • Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan informasi yang berkaitan dengan perusahaan, termasuk tetapi tidak terbatas pada informasi rencana pengambil-alihan, penggabungan usaha dan pembelian kembali saham.

7.       Kode Etik Korporasi
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.
Setiap perusahaan memiliki kode etik korporasi yang berbeda-beda, seperti pertamina yang memiliki Kode Etik Korporasi yang bersumber dari Tata Nilai Unggulan 6C (Clean, Competitive, Confident, Customer Focused, Commercial dan Capable). Rincian singkatnya sebagai berikut:
  • Clean:Perusahaan dikelola secara professional dengan:
-      Menghindari benturan kepentingan
-      Tidak mentolerir suap
-      Menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas; serta
-      Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.
  • Competitive: Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.
  • Confident: Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN dan membangun kebanggaan bangsa.
  • Customer Focused: Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.
  • Commercial: Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial dan mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
  • Capable: Dikelola oleh pemimpin dan pekerja professional yang memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.

8.       Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi harus dilaksanakan secara rutin agarperusahaan selalu berada dalam pedoman dan jika ada kesalahan maka bisa cepat diselesaikan.
Berikut pihak-pihak yang dievaluasi dan cara yang dapat dilakukan untuk kode perilaku yang berkaitan dengan pihak-pihak tersebut :
a.       Pegawai
·       Memberikan pedoman yang lebih rinci kepada Pegawai tentang tingkah laku yang diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh perusahaan.
·       Memberikan aturan tentang nilai-nilai kejujuran, etika nilai, keterbukaan, dan kepuasan pelanggan yang dapat meningkatkan suasana kondusif dalam lingkungan kerja sehingga akan meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pegawai secara menyeluruh.
b.      Pemegang Saham
·       Menambah informasi-informasi yang dapat meyakinkan pemegang saham bahwa perusahaan, dikelola secara hati-hati (prudent) efisien dan transparan, untuk mencapai tingkat laba dan dividen yang diharapkan oleh Pemegang Saham dengan tetap memperhatikan kepentingan ekspansi usaha.

c.       Masyarakat
·       Menentukan program-program yang (terutama yang berhubungan dengan pengambilan sumber daya alam) tidak merusak keadaan lingkungan terutama baik tanah, air maupun udara.

 Contoh Kasus :
Di Indonesia Pegawai Negeri Sipil (PNS) begitu banyak sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa banyak PNS yang menyalahi aturan seperti para PNS yang masih malas-malasan dalam menjalani tugas. Kita pasti pernah mendengar berita tentang PNS yang masih malas-malasan dalam menjalani tugasnya sehari-hari. Contohnya mereka berangkat kerja siang hari dan pulang kerja sebelum jam pulang kerja, pernah juga ditemui para PNS yang berkeliaran di tempat-tempat umum pada jam kerja. Bahkan ketika apel upacara ada PNS yang tidak menghadiri apel upacara dan datang tidak tepat pada waktunya.
Sebuah instansi atau perusahaan harus lebih meningkatkan disiplin kerja bagi para pegawainya agar perusahaan tersebut dapat berkembang maju kedepan lebih baik apabila menggunakan prinsip Good Corporate Governance dan lebih meningkatkan etika-etika yang baik agar tidak melalaikan suatu pekerjaan bahkan melanggar peraturan yang tidak sesuai dengan GCG.
Instansi atau perusahaan yang melanggar seperti kasus diatas harus ditangani agar tidak melanggar etika dan tidak merugikan pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Seharusnya perusahaan atau instansi tersebut memberikan contoh etika yang baik kepada kalangan masyarakat.

Contoh Kasus Ethika Governance :
Kasus perusahaan yang menyimpang dari GCG: 
JAKARTA. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) lama-lama gerah juga melihat semakin maraknya kasus kejahatan kerah putih yang melibatkan emiten pasar modal. Nurhaida, Ketua Bapepam-LK, mengungkapkan, otoritas pasar modal tengah mempertimbangkan untuk mengubah aturan Bapepam Nomor IX.i.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Tujuan revisi meningkatkan kualitas pengawasan terhadap emiten pasar modal. Dalam beleid tersebut, otoritas mewajibkan setiap emiten memiliki Komite Audit. Itu adalah komite yang dibawahi oleh dewan komisaris sebuah emiten. Komite itu bertugas memberikan pendapat ke dewan komisaris terhadap laporan atau segala hal yang disampaikan direksi kepada dewan komisaris.
Komite ini juga berperan mengidentifikasi hal-hal yang perlu diperhatikan oleh dewan komisaris. Sebagai contoh, terkait laporan keuangan dan ketaatan terhadap aturan perundang-undangan. Komite audit juga melaporkan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi kepada dewan komisaris. Intinya, komite ini bertugas memastikan ketepatan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Bapepam-LK menilai, keberadaan komite ini perlu diperkuat seiring dengan semakin kompleksnya dunia bisnis dan usaha saat ini. Ada beberapa poin revisi, yang merupakan masukan dari Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI).
Pertama, persyaratan anggota komite audit. Kanaka Puradireja, Ketua Dewan IKAI menuturkan, anggota komite audit ke depan harus merupakan anggota organisasi profesi. “Jika nanti terjadi penyimpangan oleh anggota komite audit, organisasi profesi yang bertanggung jawab,” ujar dia. Misalnya, akuntan mempertanggungjawabkan profesinya kepada Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Kedua, adalah pembatasan jumlah anggota komite audit, yakni cukup tiga sampai lima orang saja. Ketiga, “Masa jabatan juga perlu dibatasi agar independensinya tetap terjaga,” imbuh Kanaka. Etty Retno Wulandari, Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Informasi, mengungkapkan, draft revisi ini kemungkinan selesai akhir tahun ini.

Analisis:
Minimnya tata kelola perusahaan yang baik dapat dilihat dari contoh kasus diatas.  Kejahatan kerah putih yang melibatkan sektor emiten pasar modal tetap terus terjadi. Tindakan pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit saja tidak cukup. Sehingga Ikatan Komite Audit Indoesia (IKAI) harus merevisi beberapa poin penting dalam pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. 
Oleh karena itu menurut saya kasus seperti ini harus lah segera diselesaikan tentunya dengan cara pembenahan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Sehingga kejahatan-kejahatan yang diakibatkan oleh minimnya sistem good corporate governance dapat segera teratasi dan tidak dapat terulang kembali. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) juga harus dapat menjaga kestabilan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)  sehingga ke ativitasan pasar modal dapat berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan.










Sumber :
https://rezqyputri19.wordpress.com/2015/10/14/etika-governance/
http://irmalashitta.blogspot.co.id/2014/10/tugas-1-ethical-governance.html

http://adimo22.blogspot.co.id/2014/10/etika-governance.html